TERIMAKASIH SKRIPSI
Sebelum kalian melontarkan pertanyaan “gimana kabar skripsimu, udah sampe mana, kenapa skripsimu begitu lama, kemana aja kamu, kok kamu tiba-tiba menghilang, apa kabar dan sebagainya kemudian kapan sidang, kapan wisuda dan blablabla”
Maka terlebih dahulu izinkan saya menanyakan kepada diriku sendiri “kenapa saya mengerjakan skripsi, kenapa saya harus mengerjakannya, kenapa saya tiba-tiba malas mengerjakan skripsi, sebetulnya apa skripsi ini, apa esensinya, apa skripsi ini berguna buat masa depan, seberapa krusialnya skripsi ini untuk kehidupan?” kata orang “dikerjakan saja itu buat syarat kelulusan sarjanamu biar dapet gelar dan ijazah, emang kamu gak mau lulus?” jawaban itu seolah-olah tidak memuaskan batin saya, Yups! Semua orang juga tahu bahwa untuk bisa lulus kau harus mengerjakan tugas besar yang menghadang diakhir perjalanan kuliah yaitu SKRIPSI.
Kemudian saya kembali pada pertanyaan “apa esensinya skripsi” saya menemukan bahwa skripsi adalah suatu penelitian, penelitian yang sesuai dengan program studi kita dan dapat membantu menghasilkan suatu kajian literatur atau inovasi baru yang terkait, jika menelisik program studi saya maka penelitian tersebut berhubungan dengan ranah pendidikan dan saya berfikir skripsi ini dapat membantu memberikan efek yang bagus terhadap pendidikan lat say sekolah, murid, guru dan pembelajaran.
Saya melihat dengan kaca mata saya, orang-orang mengerjakan skripsi dengan begitu gigih, semangat yang membara, bulak-balik bulak-balik, ketemu sana ketemu sini, edit sana edit sini, ngeprint sana ngeprint sini, dan pada akhirnya skripsi itu rampung diselesaikan kemudian ditaruhlah pada suatu ruang dan dijejerkan dengan skripsi-skripsi yang lain jadilah ruangan tersebut yang berisi setumpuk dan kumpulan skripsi, makin hari makin banyak, lemaripun tak kuat lagi untuk menampung kertas yang dihardcover, hingga lama-kelamaan menumpuk dan membukit menjadi gunung diatas lantai.
Bagusnya ruangan itu seringkali dikunjungi oleh beberapa orang bahkan sekumpulan orang, ada yang sampe tergesa-gesa dan sangat proaktif selalu mengunjungi, senang sekali gumam saya, saya pikir orang-orang mau membaca dan melihat karya sesama mahasiswa, untuk mengisi ruang ideologi dikepala atau hanya menambah khazanah pengetahuan. Ternyata jawaban saya salah, mereka tak mau itu, yang mereka perlukan adalah melihat gambaran skripsi yang sesuai dengan skripsinya sendiri yang belum rampung terlebih menengok sistematika penulisan skripsi, orang yang datang itu bukan mengisi ruang ketertarikan akan penelitian dan hasil karya orang lain tapi memenuhi kebutuhan dan keperluannya sendiri, baik mencontek bab 2 ataupun kerangka, tabel-tabel, dan sebagainya.
Mengenai skripsi dapat menjadi kajian literatur atau suatu inovasi baru, kita lihat seberapa berdayanya skripsi itu? Ketika penelitian kita sudah diuji coba kepada sample maka didapatkan suatu hasil yasudah kita tulis lalu kita bahas, terkadang cuma sampe situ. Orang lain belum tentu juga menerapkan rancangan kita bahkan sangat jarang. Lalu saya menemukan kesimpulan salah satunya bahwa skripsi untuk ditumpuk menjadi bukit. Sekali lagi jawaban tersebut belum memuaskan batin saya.
Kemudian saya kembali pada pertanyaan “kenapa skripsi ini begitu susah dikerjakan dan kenapa saya begitu merasa malas untuk mengerjakan skripsi” lalu saya mengobrol dengan diri saya sendiri “Apakah saya orangnya pemalas? Ah tidak juga toh saya masih suka beres-beres kamar, Apakah saya malas belajar? Tidak juga saya sering baca buku dan artikel fiksi maupun opini lagipula saya menyelesaikan semester 1-7 dengan lancar baik tugas maupun pembelajaran di kelas, Atau saya malas nulis? Tidak juga buktinya saya suka nulis diblog. Apa yaa yang membuat skripsi ini begitu menjadi momok?
Seiring bumi berputar maka saya refleksi sedikit dan sebentar apa yang telah saya lakukan kemarin-kemarin, mulai dari SD, SMP, SMA dan awal Kuliah hingga sekarang, apakah yang saya lakukan dahulu di sekolah dalam konteks pembelajaran sudah benar dan tepat? Kok pas skripsi jadi mudeng dan kebelinger. Saya akhirnya ketagihan untuk mencari tahu dan dugaan saya seperti ada yang aneh pada treatment dalam perjalanan kebelakang, setelah mencari tahu dengan membaca-baca artikel dan buku, menonton video dan berita yang membahas pendidikan baik dalam hal issue maupun eksistensinya hingga saat ini ternyata pendidikan di indonesia itu memiliki banyak sekali problematika yang bersifat complicated, sistem dan kurikulum di indonesia itu sudah bobrok, memang terlihatnya baik-baik saja tapi jika dikupas secara mendalam maka sudah bergeser dari hakikat pendidikan yang sebenarnya yang sudah lama digaungkan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu memanusiakan manusia, merdeka dalam belajar dan memberdayakan setiap individu.
Nyatanya pendidikan yang sekarang sangat jauh dari filosofi kebijaksanaan, terlebih pendidikan yang berlabel formal dan negeri, mereka membuat standarisasi yang mana dari sabang hingga merauke dibuat sama ditambah dengan stereotipe masyarakat yang tidak mendasar, tidak ilmiah hingga menjadi culture yang kita anggap benar lalu mengamini saja. Treatment-treatment yang dilakukan para pendidik juga terkadang sangat monoton, konservatif dan tidak mempersiapkan SDM unggul yaitu menciptakan dan mengaktifkan kemampuan critical thinking, problem solving dan kepercayaan diri, yang mereka lakukan selalu mencekoki kita dengan berbagai macam teori dan soal-soal sehingga anak-anak merasa mati kebosanan belajar di kelas, sialnya kita takut untuk bertanya, bukan takut ternyata kita gak sadar bahwa kita tidak memiliki kemampuan untuk bernalar secara kritis, budaya menganggap bahwa orang kritis yang selalu bertanya dan banyak komentar adalah mereka yang dusun alias tidak sopan dengan guru atau tidak menghormati yang lebih tua, teman sesamapun menganggap jika kita banyak tanya maka kita itu bodoh alias gak ngerti padahal kita semua emang belum ngerti haha. Ada beberapa guru juga yang ingin memberontak tapi apa daya ia diatur oleh sistem dan kurikulum, ada bos diatas bos, selalu saja guru disibukkan dengan urusan birokrasi dan seperangkat administrasi yang sebetulnya tidak memberikan efek kepada siswa. Ada banyak lagi problematika yang tidak bisa saya bahas semua disini.
Lalu saya bertanya lagi “apakah saya korban dari sistem tersebut” ternyata benar, jika guru katakan maka pasti jawabannya yaitu “Yes Sir, Yes Sir and Yes Sir”, untuk memilih keputusanpun masih berdasarkan stereotip masyarakat dan kondisi bukan dari panggilan hati maupun hasil pemikiran yang mendalam. Lalu saya merefleksi habisss! Dimulai dengan mengkritisi diri saya sendiri dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan:
- kenapa saya masuk IPA pas SMA?
- kenapa saya masuk Jurusan Pendidikan Kimia pas Kuliah?
- kenapa tempat ini, disini, itu, ini dan lain-lain? Bahkan saya mempertanyakan
- kenapa saya mempercayai tuhan? Dan kenapa saya memilih islam sebagai agama untuk mendekatkan diri kepada tuhan?
~~~
Setelah tahu bahwa permasalahan dalam dunia pendidikan sudah sulit untuk diregulasi karena perlu effort lebih mulai dari hulu ke hilir, dari hal sederhana hingga yang kompleks, maka saya mencari tahu lagi bagaimana cara yang tepat dalam memanusikan manusia, menjadi seorang yang merdeka dan berdaya. Mengkaji pemikiran tokoh hebat seperti Ki Hajar Dewantara, Tan Malaka, R.A Kartini serta Konsep Psikologi ternyata untuk menjadi manusia yang perlu dilakukan hanya dua hal:
1. Mengenali diri sendiri
2. Mengenali alam beserta cara kerjanya
Konsep Ki Hajar Dewantara yang paling mujarab yaitu didik anak-anak sesuai benihnya, lihat kebutuhannya dan jika benih itu padi jangan harap benih itu akan tumbuh menjadi jagung.
Tentunya sayapun mengkaji dua point besar itu, hingga pada akhirnya saya berada dalam fase discovery my self and self awareness. Fase tersebut ajaib sekali! Jujur saya katakan ketika kita sadar, bisa menemukan dan menciptakan diri sendiri serta memiliki self concept yang baik itu bahagianya luar biasa, memang sih masih ditahap awal tapi ternyata ini langkah pertama dan utama sebelum terjun bereksekusi. Dan saya sangat mensyukuri hikmah dibalik skripsi ini. Yups! Segala sesuatu pasti ada resikonya, harga yang saya bayar adalah skripsi saya telat alias molor kelar atau tidak tepat waktu tidak seperti teman-teman saya yang rajin, tapi bagi saya itu no problem saya memiliki konsep ‘live is chioce’ tidak lagi menyesal dengan apa yang sudah terjadi, skripsi telat ini tidak merugikan melainkan memberikan dan mengajarkan kembali saya untuk berefleksi dan melihat kebelakang sehingga melihat pendidikan dari kaca mata filosofi, pada fase ini mencoba menemukan kepingan-kepingan diri saya, menemukan tujuan hidup, mendatangkan insight, memberikan paradigma yang tepat serta pandangan yang luas.
Oya satu lagi gais, kembali pada pertanyaan “apa esensinya skripsi” akhirnya saya menemukan jawaban mengenai makna skripsi ternyata lebih berefek kepada diri sendiri selain syarat lulus dan dapet gelar, kita dapat insentif besar yang sangat bermanfaat bagi diri sendiri yaitu dalam proses pembuatannya secara tidak langsung skripsi menuntut kita untuk:
1. Re-cek fundamental thinking
Mengecek kembali apakah fundamental thinking kita sudah bener apa belum, karena skripsi melatih untuk konsisten mulai dari bikin pertanyaan sampe bikin kesimpulan apakah sudah logis dan bisa konsisten serta bisa dipertanggung jawabkan.
2. Cara menyusun tulisan
Melatih bagaimana membuat atau menyusun paragraf yang sesuai mulai dari paragraf satu dengan yang lainnya, apakah berkesinambungan atau tidak.
Jadi skripsi melatih kembali hal-hal yang fundamental yang sebetulnya sudah diterapkan dalam hal-hal perkuliahan contoh: bikin makalah, tugas, proposal, dll bedanya dalam skripsi ini lebih serius dan harus bisa konsisten.
Sekali lagi, Terimakasih Skripsi! Telah Menjadi Pijakan Untuk Mengembalikan Tahap Discovery My Self and Self Awareness serta mengantarkanku untuk mengaktifkan kemampuan critical thinking, scientific approach, problem solving dan kebijkasanaan.
Komentar
Posting Komentar